BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
HAK DAN KEWAJIBAN
Hak adalah kekuasaan seseorang
untuk melakukan sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang harus
dikerjakan.
Membicarakan kewajiban dan hak suami istri,terlebih dahulu
kita membicarakan apa yang dimaksud dengan kewajiaban dan apa yang dimaksud
dengan hak. Adalah Drs. H. Sidi Nazar Bakry dalam buku karangannya yaitu Kunci
Keutuhan Rumah Tangga Yang Sakinah mendefinisikan kewajiban dengan sesuatu yang
harus dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik.Sedangkan hak adalah sesuatu yang
harus diterima.
Lantas, pada pengertian diatas jelas membutuhkan subyek dan
obyeknya.Maka disandingkan dengan kata kewajiban dan hak tersebut,dengan kata
suami dan istri,memperjelas bahwa kewajiban suami adalah sesuatu yang harus
suami laksanakan dan penuhi untuk istrinya.Sedangkan kewajiaban istri adalah
sesuatu yang harus istri laksanan dan lakukan untuk suaminya.Begitu juga dengan
pengertian hak suami adalah,sesuatu yang harus diterima suami dari
isterinya.Sedangkan hak isteri adalah sesuatu yang harus diterima isteri dari
suaminya.Dengan demikian kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya
untuk memenuhi hak isteri.demikian juga kewajiban yang dilakukan istri
merupakan upaya untuk memenuhi hak suami,sebagaiman yang Rosulullah SAW
jelasakan :
اﻻ إن ﻟﮝﻢ ﻋﻠﻰ ﻧﺴﺎﺋﮝﻢ ﺣﻗﺎ ﻮﻟﻨﺴﺎﺋﮝﻢﻋﻠﻴﮑﻢ ﺣﻗﺎ
: ‘’ Ketahuilah sesungguhnya kalian
mempunyai hak yang harus (wajib) ditunaikan oleh istri kalian,dan kalian pun
memiliki hak yang harus (wajib) kalian tunaikan’’.
(Hasan: Shahih ibnu Majah
no.1501.Tirmidzi II:315 no:1173 dan ibnu Majah I:594 no:1851)
Begitulah kehidupan berumah tangga,Mebutuhkan timbal balik
yang searah dan sejalan.Rasa salaing membutuhkan,memenuhi dan melengkapi
kekurangan satu dengan yang lainnya.tanpa adanya pemenuhan kewajiban dan hak
kedunya,maka keharmonisan dan keserasian dalam berumah tangga akan goncang
berujung pada percekcokan dan perselisihan.
B. HAK-HAK
ISTERI
Hak-hak isteri yang menjadi
kewajiban suami dapat dibagi dua: hak-hak kebendaan, yaitu mahar (maskawin) dan
nafkah, dan hak-hak bukan kebendaan, misalnya berbuat adil di antara para
isteri (dalam perkawinan poligami), tidak berbuat yang merugikan isteri dan
sebagainya.
a. Hak-hak
Kebendaan
1)
Mahar
(Maskawin)
Q.S. An-Nisa ayat 24 memerintahkan,
“Dan berikanlah maskawin kepada perempuan-perempuan (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian wajib. Apabila mereka dengan senang hati memberikan sebagian maskawin
itu kepadamu, ambillah dia sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.”
Dari ayat Al-Qur’an tersebut dapat
diperoleh suatu pengertian bahwa maskawin itu adlah harta pemberian wajib dari
suami kepada isteri, dan merupakan hak penuh bagi isteri yang tidak boleh
diganggu oleh suami, suami hanya dibenarkan ikut makan maskawin apabila
diberikan oleh isteri dengan sukarela.
Q.S. An-Nisa: 24 mengajarkan, “….
Isteri-isteri yang telah kamu campuri, berikanlah kepada mereka mahar sempurna,
sebagai suatu kewajiban, dan tidak ada halangan kamu perlakukan mahar itu
sesuai dengan kerelaanmu (suami isteri), setelah ditentukan ujudnya dan
kadarnya….”
Dari ayat tersebut diperoleh
ketentuan bahwa isteri berhak atas mahar penuh apabila telah dicampuri. Mahar
merupakan suatu kewajiban atas suami, dan isteri harus tahu berapa besar dan
apa ujud mahar yang menjadi haknya itu. Setelah itu, dibolehkan terjadi
persetujuan lain tentang mahar yang menjadi hak isteri itu, misalnya isteri
merelakan haknya atas mahar, mengurangi jumlah, mengubah ujud atau bahkan
membebaskannya.
Hadits Nabi riwayat Ahmad, Hakim,
dan Baihqi dari Aisyah mengjarkan, “Perempuan-perempuan yang paling besar
mendatangkan berkah Allah untuk suaminya adalah yang paling ringan biayanya.”
Yang diamksud dengan ringan biayanya ialah yang tidak memberatkan suami, sejak
dari mahar sampai kepada nafkah, pakaian, dan perumahan dalam hidup perkawinan.
Hadits riwayat Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, Turmudzi, dan Nasai dari Sahl Bin Sa’ad menyatakan bahwa Nabi pernah
mengawinkan salah seorang sahabatnya dengan maskawin mengajar membaca Al-Qur’an
yang dihafalnya (menurut salah satu riwayat, yang dihafalnya itu adalah Surah
Al-Baqarah dan Ali Imran).
Hadits riwayat Bukhari-Muslim, dan
lain-lain dari Anas menyatakan bahwa Nabi pernah memerdekakan Sofiah yang
kemudian menjadi isteri beliau, dan yang menjadi maskawinnya adalah
memerdekakannya itu.
2) Nafkah
Yang dimaksud dengan nafkah adalah mencukupkan segala
keperluan isteri, meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal, pembantu rumah
tangga, dan pengobatan, meskipun isteri tergolong kaya.
Q.S. Ath-Thalaq : 6 mengajarkan, “Tempatkanlah isteri-isteri
dimana kamu tinggal menurut kemampuanmu; janganlah kamu menyusahkan
isteri-isteri untuk menyempitkan hati mereka. Apabila isteri-isteri yang kamu
talak itu dalam keadaan hamil, berikanlah nafkah kepada mereka hingga bersalin …
“ Ayat berikutnya (Ath-Thalaq :7) memrintahkan, “ Orang yang mampu hendaklah
memberi nafkah menurut kemampuannya, dan dan orang yng kurang mampu pun supaya
memberi nafkah dari harta pemberian Allah kepadanya; Allah tidak akan membebani
kewajiban kepada seseorang melebihi pemberian Allah kepadanya ….”
Hadits riwayat Muslim menyenutkan isi khotbah Nabi dalam
haji wada’. Antara lain sebagai berikut, “….. Takuttlah kepada Allah dalam
menunaikan kewajiban terhadap isteri-isteri; itu tidak menerima tamu orang yang
tidak engkau senangi; kalau mereka melakukannya, boleh kamu beri pelajaran
dengan pukulan-pukulan kecil yang tidak melukai; kamu berkewajiban mencukupkan
kebutuhan isteri mengenai makanan dan pakaian dengan makruf.”
b. Hak-hak
Bukan Kebendaan
Hak-hak bukan kebendaan yang wajib ditunaikan suami
terhadap isterinya, disimpulkan dalam perintah Q.S. An-Nisa: 19 agar para suami
menggauli isteri-isterinya dengan makruf dan bersabar terhadap hal-hal yang
tidak disenangi, yang terdapat pada isteri.
Menggauli isteri dengan makruf dapat mencakup:
·
Sikap menghargai, menghormati, dan perlakuan-perlakuan yang
baik, serta meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang-bidang agama, akhlak, dan
ilmu pengetahuan yang diperlukan.
Hadits riwayat Turmudzi dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah
r.a. mengajarkan, “Orang-orang mukmin yang paling baik budi perangainya, dan
orang-orang yang paling baik di antara kamu adalah yang paling baik
perlakuannya terhadap isteri-isterinya.”
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. mengajarkan,
“Bersikap baiklah kamu terhadap isteri-isterimu sebab orang perempuan
diciptakan berkodrat seperti tulang rusuk; yang paling lengkung adalah tulang
rusuk bagian atas; apabila kamu biarkan akan tetap meluruskannya, ia akan patah
dan apabila kamu biarkan akan tetap lengkung, bersikap baiklah kamu terhadap
para isteri.
Termasuk perlakuan baik yang menjadi hak isteri ialah,
hendaknya suami selalu berusaha agar isteri mengalami peningkatan hidup
keagamaannya, budi pekertinya, dan bertambah pula ilmu pengtahuannya. Banyak
jalan yang dapat ditempuh untuk memenuhi hak isteri, misalnya melaui
pengajian-pengajian, kursus-kursus, kegiatan kemasyarakatan, bacaan buku,
majalah, dan sebagainya.
·
Melindungi dan menjaga nama baik isteri
Suami berkewajiban melindungi isteri
serta menjaga nama baiknya. Hal ini tidak berarti bahwa suami harus
menutupi-nutupi kesalahan yang memang terdapat pada isteri. Namun, adalah
menjadi kewajiban suami untuk tidak membeberkan kesalahan-kesalahan isteri
kepada orang lain. Apabila kepada isteri hal-hal yang tidak benar, suami
setelah melakukan penelitian seperlunya, tidak apriori, berkewajiban memberikan
keterangan-keterangan kepada pihak-pihak yang melontarkan tuduhan agar nama
baik isteri jangan menjadi cemar.
·
Memenuhi kebutuhan kodrat (hajat) biologis isteri
Hajat biologis adalah kodrat
pembawaan hidup. Oleh karena itu, suami wajib memperhatikan hak isteri dalam
hal ini. Ketentraman dan keserasian hidup perkawinan anatara lain ditentukan
oleh faktor hajat biologis ini. Kekecewaan yang dialami dalam masalah ini dapat
menimbulkan keretakan dalam hidup perkawinan; bahkan tidak jarang terjadi
penyelewengan isteri disebabkan adanya perasaan kecewa dalam hal ini.
Salah seorang sahabat Nabi bernama
Abdullah bin Amr yang terlalu banyak menggunakan waktunya untuk menunaikan
ibadah; siang untuk melakukan puasa dan malam harinya untuk melakukan shalat,
diperingatkan oleh Nabi yang antara lain. “Isterimu mempunyai hak yang wajib
kau penuhi.
Demikian pentingnya kedudukan
kebutuhan biologis itu dalam hidup manusia sehingga Islam menilai
hubungan suami isteri yang antara lain untuk menjaga kesucian diri dari
perbuatan zina itu sebagai salah satu macam ibadah yang berpahala. Dalam hal
ini hadits Nabi riwayat Muslim mengajarkan, “Dan dalam hubungan kelaminmu
bernilai shadaqah.” Mendengar kata Nabi itu para sahabat bertanya, “ Ya
Rasulullah, apakah salah seorang di antara kita memenuhi syahwatnya itu
memperoleh pahala?” Nabi menjawab, “Bukkankah apabila ia melakukannya dengan
yang haram akan berdosa? Demikian sebaliknya, apabila ia memenuhinya dengan
cara yang halal akan mendapat pahala.”
C.
KEWAJIBAN ISTRI
Kewajiban
istri kepada suami amatlah banyaknya, setimbang dengan banyaknya hak-hak yang
diterimanya dari suaminya, yaitu:
1. Istri wajib taat kepada suaminya, tidak boleh ke luar
rumah tanpa izin suami.
2. Istri wajib memelihara dirinya dari fitnah, menjaga harga
dirinya, dan memelihara harta benda hak milik suaminya.
3. Istri wajib menyimpan rahasia rumah tangga, dan rahasia
suaminya sekalipun kepada ibu bapanya atau anak kandung sendiri.
4. Istri berusaha menyenangkan dan menggembirakan hati
suaminya, apabila suaminya bergaul dengan dia.
5. Tunduk dan patuh pada perintah suaminya, serta bersedia
sepenuhnya menerima pengajaran dan pimpinan suaminya.
6. Istri tidak boleh menerima tamu laki-laki, jika suaminya
tidak di rumah.
7. Istri tidak boleh menginfakkan, membelanjakan harta benda
suaminya sebelum mendapat izin dari
suami.
8. Istri tidak boleh berbicara dibagus-baguskan, lunak
merayu, apabila ada laki-laki datang menanyakan suaminya.
9. Istri tidak boleh menghilangkan budi dan jasa suami,
karena terjadi kesalahan suami.
10. Istri wajib memupuk dan memperdalam rasa pemalu,
satu-satunya benteng pelindung bagi seluruh wanita untuk melindungi dirinya
dari maksiat dan munkarat.
11. Pandai memuliakan dan menghargakan ibu bapa dari suami sertaahli familinya yang
jauh atau yang dekat.
12. Pandai menghargakan pemberian suami yang kecil-kecil
sekalipun, serta yang sedikit dianggap banyak, setitik jadikan laut, yang
segenggam jadikan gunung.
13. Lekas dan segeralah datang kalau ada panggilan suami.
Jangan bertangguh sekalipun sibuk bekerja.
14. Istri dilarang keras mendesak-desakan cerai, atau
minta-minta talak kepada suaminya, kalau belum ada alasan menurut syariat
islam.
Dengan dilangsungkan akad nikah antara mempelai laki-laki
dan mempelai perempuan yang dilakukan oleh walinya, terjalinlah hubungn suami
isteri dan timbul hak dan kewajiaban masing-masing timbal-balik.
1. Jangan meminta-minta sesuatu kepada suami yang melebihi
kemampuan dan kesanggupannya.
2. Tidak dibolehkan sang istri mengerjakan amalan sunat,
seumpama puasa senen, kamis, atau shalat sunat malam, sebelum mendapat izin
dari suaminya.
3. Istri hendaknya sebelum tidur, membersihkan dirinya,
meminyaki rambutnya,menyikat giginya, mencuci mulutnya, serta memercikkan
parfum dan wangi-wangian pada badannya, pakaiannya dan selimutnya.
Dalam kompilasi hukum islam,
kewajiban isteri terhadap suami dijelaskan sebagai berikut:
Pasal 83
Kewajiban Isteri
1. Kewajiban utama bagi seorang isteri ialah
berbakti lahir batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh
hukum islam.
2. Isrti menyelenggarakan dan mengatur
keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
BAB III
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Apabila akad nikah telah berlangsung
dan sah memenuhi syarat rukunnya, maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan
demikian, akan menimbulkan pula hak dan kewajibannya selaku suami isteri dalam
keluarga. Dari pemaparan makalh diatas dapat penulis simpulkan beberapa hal,
diantaranya :
1. Pengertian
Hak dan Kewajiban
Hak adalah
kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu
yang harus dikerjakan. Dengan
dilangsungkan akad nikah antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang dilakukan
oleh walinya, terjalinlah hubungn suami isteri dan timbul hak dan kewajiaban
masing-masing timbal-balik.
2. Hak-hak istri
3. Kewajiban istri
B. SARAN
Demikian makalah ini yang dapat kami
sajikan, kami berharap makalah ini dapat berkembang dengan berjalannya diskusi
yang akan dijalankan oleh teman-teman. Kurang lebihnya kami mohon maaf, untuk
itu kepada para pembaca mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi
sempurnanya makalah ini. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
DAFTAR PUSTAKA
Sei
H. Datuk Tombak Alam, Rumah Tanggaku Sorgaku, PT RINEKA CIPTA, 1990, jakarta