Senin, 19 Mei 2014

Makalah Fiqih: Hak dan Kewajiban Istri



BAB II
PEMBAHASAN
A.  PENGERTIAN HAK DAN KEWAJIBAN
Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan.
Membicarakan kewajiban dan hak suami istri,terlebih dahulu kita membicarakan apa yang dimaksud dengan kewajiaban dan apa yang dimaksud dengan hak. Adalah Drs. H. Sidi Nazar Bakry dalam buku karangannya yaitu Kunci Keutuhan Rumah Tangga Yang Sakinah mendefinisikan kewajiban dengan sesuatu yang harus dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik.Sedangkan hak adalah sesuatu yang harus diterima.
Lantas, pada pengertian diatas jelas membutuhkan subyek dan obyeknya.Maka disandingkan dengan kata kewajiban dan hak tersebut,dengan kata suami dan istri,memperjelas bahwa kewajiban suami adalah sesuatu yang harus suami laksanakan dan penuhi untuk istrinya.Sedangkan kewajiaban istri adalah sesuatu yang harus istri laksanan dan lakukan untuk suaminya.Begitu juga dengan pengertian hak suami adalah,sesuatu yang harus diterima suami dari isterinya.Sedangkan hak isteri adalah sesuatu yang harus diterima isteri dari suaminya.Dengan demikian kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya untuk memenuhi hak isteri.demikian juga kewajiban yang dilakukan istri merupakan upaya untuk memenuhi hak suami,sebagaiman yang Rosulullah SAW jelasakan :

اﻻ إن ﻟﮝﻢ ﻋﻠﻰ ﻧﺴﺎﺋﮝﻢ ﺣﻗﺎ ﻮﻟﻨﺴﺎﺋﮝﻢﻋﻠﻴﮑﻢ ﺣﻗﺎ
: ‘’ Ketahuilah sesungguhnya kalian mempunyai hak yang harus (wajib) ditunaikan oleh istri kalian,dan kalian pun memiliki hak yang harus (wajib) kalian tunaikan’’.
(Hasan: Shahih ibnu Majah no.1501.Tirmidzi II:315 no:1173 dan ibnu Majah I:594 no:1851)
Begitulah kehidupan berumah tangga,Mebutuhkan timbal balik yang searah dan sejalan.Rasa salaing membutuhkan,memenuhi dan melengkapi kekurangan satu dengan yang lainnya.tanpa adanya pemenuhan kewajiban dan hak kedunya,maka keharmonisan dan keserasian dalam berumah tangga akan goncang berujung pada percekcokan dan perselisihan.





B.  HAK-HAK ISTERI
Hak-hak isteri yang menjadi kewajiban suami dapat dibagi dua: hak-hak kebendaan, yaitu mahar (maskawin) dan nafkah, dan hak-hak bukan kebendaan, misalnya berbuat adil di antara para isteri (dalam perkawinan poligami), tidak berbuat yang merugikan isteri dan sebagainya.
a.    Hak-hak Kebendaan
1)     Mahar (Maskawin)
Q.S. An-Nisa ayat 24 memerintahkan, “Dan berikanlah maskawin kepada perempuan-perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian wajib. Apabila mereka dengan senang hati memberikan sebagian maskawin itu kepadamu, ambillah dia sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.”
Dari ayat Al-Qur’an tersebut dapat diperoleh suatu pengertian bahwa maskawin itu adlah harta pemberian wajib dari suami kepada isteri, dan merupakan hak penuh bagi isteri yang tidak boleh diganggu oleh suami, suami hanya dibenarkan ikut makan maskawin apabila diberikan oleh isteri dengan sukarela.
Q.S. An-Nisa: 24 mengajarkan, “…. Isteri-isteri yang telah kamu campuri, berikanlah kepada mereka mahar sempurna, sebagai suatu kewajiban, dan tidak ada halangan kamu perlakukan mahar itu sesuai dengan kerelaanmu (suami isteri), setelah ditentukan ujudnya dan kadarnya….”
Dari ayat tersebut diperoleh ketentuan bahwa isteri berhak atas mahar penuh apabila telah dicampuri. Mahar merupakan suatu kewajiban atas suami, dan isteri harus tahu berapa besar dan apa ujud mahar yang menjadi haknya itu. Setelah itu, dibolehkan terjadi persetujuan lain tentang mahar yang menjadi hak isteri itu, misalnya isteri merelakan haknya atas mahar, mengurangi jumlah, mengubah ujud atau bahkan membebaskannya.
Hadits Nabi riwayat Ahmad, Hakim, dan Baihqi dari Aisyah mengjarkan, “Perempuan-perempuan yang paling besar mendatangkan berkah Allah untuk suaminya adalah yang paling ringan biayanya.” Yang diamksud dengan ringan biayanya ialah yang tidak memberatkan suami, sejak dari mahar sampai kepada nafkah, pakaian, dan perumahan dalam hidup perkawinan.
Hadits riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, dan Nasai dari Sahl Bin Sa’ad menyatakan bahwa Nabi pernah mengawinkan salah seorang sahabatnya dengan maskawin mengajar membaca Al-Qur’an yang dihafalnya (menurut salah satu riwayat, yang dihafalnya itu adalah Surah Al-Baqarah dan Ali Imran).
Hadits riwayat Bukhari-Muslim, dan lain-lain dari Anas menyatakan bahwa Nabi pernah memerdekakan Sofiah yang kemudian menjadi isteri beliau, dan yang menjadi maskawinnya adalah memerdekakannya itu.
2)    Nafkah
Yang dimaksud dengan nafkah adalah mencukupkan segala keperluan isteri, meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal, pembantu rumah tangga, dan pengobatan, meskipun isteri tergolong kaya.
Q.S. Ath-Thalaq : 6 mengajarkan, “Tempatkanlah isteri-isteri dimana kamu tinggal menurut kemampuanmu; janganlah kamu menyusahkan isteri-isteri untuk menyempitkan hati mereka. Apabila isteri-isteri yang kamu talak itu dalam keadaan hamil, berikanlah nafkah kepada mereka hingga bersalin … “ Ayat berikutnya (Ath-Thalaq :7) memrintahkan, “ Orang yang mampu hendaklah memberi nafkah menurut kemampuannya, dan dan orang yng kurang mampu pun supaya memberi nafkah dari harta pemberian Allah kepadanya; Allah tidak akan membebani kewajiban kepada seseorang melebihi pemberian Allah kepadanya ….”
Hadits riwayat Muslim menyenutkan isi khotbah Nabi dalam haji wada’. Antara lain sebagai berikut, “….. Takuttlah kepada Allah dalam menunaikan kewajiban terhadap isteri-isteri; itu tidak menerima tamu orang yang tidak engkau senangi; kalau mereka melakukannya, boleh kamu beri pelajaran dengan pukulan-pukulan kecil yang tidak melukai; kamu berkewajiban mencukupkan kebutuhan isteri mengenai makanan dan pakaian dengan makruf.”
b.    Hak-hak Bukan Kebendaan
Hak-hak  bukan kebendaan yang wajib ditunaikan suami terhadap isterinya, disimpulkan dalam perintah Q.S. An-Nisa: 19 agar para suami menggauli isteri-isterinya dengan makruf dan bersabar terhadap hal-hal yang tidak disenangi, yang terdapat pada isteri.
Menggauli isteri dengan makruf dapat mencakup:
·         Sikap menghargai, menghormati, dan perlakuan-perlakuan yang baik, serta meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang-bidang agama, akhlak, dan ilmu pengetahuan yang diperlukan.
Hadits riwayat Turmudzi dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah r.a. mengajarkan, “Orang-orang mukmin yang paling baik budi perangainya, dan orang-orang yang paling baik di antara kamu adalah yang paling baik perlakuannya terhadap isteri-isterinya.”
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. mengajarkan, “Bersikap baiklah kamu terhadap isteri-isterimu sebab orang perempuan diciptakan berkodrat seperti tulang rusuk; yang paling lengkung adalah tulang rusuk bagian atas; apabila kamu biarkan akan tetap meluruskannya, ia akan patah dan apabila kamu biarkan akan tetap lengkung, bersikap baiklah kamu terhadap para isteri.
Termasuk perlakuan baik yang menjadi hak isteri ialah, hendaknya suami selalu berusaha agar isteri mengalami peningkatan hidup keagamaannya, budi pekertinya, dan bertambah pula ilmu pengtahuannya. Banyak jalan yang dapat ditempuh untuk memenuhi hak isteri, misalnya melaui pengajian-pengajian, kursus-kursus, kegiatan kemasyarakatan, bacaan buku, majalah, dan sebagainya. 
·         Melindungi  dan menjaga nama baik isteri
Suami berkewajiban melindungi isteri serta menjaga nama baiknya. Hal ini tidak berarti bahwa suami harus menutupi-nutupi kesalahan yang memang terdapat pada isteri. Namun, adalah menjadi kewajiban suami untuk tidak membeberkan kesalahan-kesalahan isteri kepada orang lain. Apabila kepada isteri hal-hal yang tidak benar, suami setelah melakukan penelitian seperlunya, tidak apriori, berkewajiban memberikan keterangan-keterangan kepada pihak-pihak yang melontarkan tuduhan agar nama baik isteri jangan menjadi cemar.
·         Memenuhi kebutuhan kodrat (hajat) biologis isteri
Hajat biologis adalah kodrat pembawaan hidup. Oleh karena itu, suami wajib memperhatikan hak isteri dalam hal ini. Ketentraman dan keserasian hidup perkawinan anatara lain ditentukan oleh faktor hajat biologis ini. Kekecewaan yang dialami dalam masalah ini dapat menimbulkan keretakan dalam hidup perkawinan; bahkan tidak jarang terjadi penyelewengan isteri disebabkan adanya perasaan kecewa dalam hal ini.
Salah seorang sahabat Nabi bernama Abdullah bin Amr yang terlalu banyak menggunakan waktunya untuk menunaikan ibadah; siang untuk melakukan puasa dan malam harinya untuk melakukan shalat, diperingatkan oleh Nabi yang antara lain. “Isterimu mempunyai hak yang wajib kau penuhi.
Demikian pentingnya kedudukan kebutuhan biologis itu dalam hidup manusia sehingga Islam  menilai hubungan suami isteri yang antara lain untuk menjaga kesucian diri dari perbuatan zina itu sebagai salah satu macam ibadah yang berpahala. Dalam hal ini hadits Nabi riwayat Muslim mengajarkan, “Dan dalam hubungan kelaminmu bernilai shadaqah.” Mendengar kata Nabi itu para sahabat bertanya, “ Ya Rasulullah, apakah salah seorang di antara kita memenuhi syahwatnya itu memperoleh pahala?” Nabi menjawab, “Bukkankah apabila ia melakukannya dengan yang haram akan berdosa? Demikian sebaliknya, apabila ia memenuhinya dengan cara yang halal akan mendapat pahala.” 

C. KEWAJIBAN ISTRI
Kewajiban istri kepada suami amatlah banyaknya, setimbang dengan banyaknya hak-hak yang diterimanya dari suaminya, yaitu:
1.      Istri wajib taat kepada suaminya, tidak boleh ke luar rumah tanpa izin suami.
2.      Istri wajib memelihara dirinya dari fitnah, menjaga harga dirinya, dan memelihara harta benda hak milik suaminya.
3.      Istri wajib menyimpan rahasia rumah tangga, dan rahasia suaminya sekalipun kepada ibu bapanya atau anak kandung sendiri.
4.      Istri berusaha menyenangkan dan  menggembirakan  hati suaminya, apabila suaminya bergaul dengan dia.
5.      Tunduk dan patuh pada perintah suaminya, serta bersedia sepenuhnya menerima pengajaran dan pimpinan suaminya.
6.      Istri tidak boleh menerima tamu laki-laki, jika suaminya tidak di rumah.
7.      Istri tidak boleh menginfakkan, membelanjakan harta benda suaminya sebelum  mendapat izin dari suami.
8.      Istri tidak boleh berbicara dibagus-baguskan, lunak merayu, apabila ada laki-laki datang menanyakan suaminya.
9.      Istri tidak boleh menghilangkan budi dan jasa suami, karena terjadi kesalahan suami.
10.  Istri wajib memupuk dan memperdalam rasa pemalu, satu-satunya benteng pelindung bagi seluruh wanita untuk melindungi dirinya dari maksiat dan  munkarat.
11.  Pandai memuliakan dan menghargakan  ibu bapa dari suami sertaahli familinya yang jauh  atau yang dekat.
12.  Pandai menghargakan pemberian suami yang kecil-kecil sekalipun, serta yang sedikit dianggap banyak, setitik jadikan laut, yang segenggam jadikan gunung.
13.  Lekas dan segeralah datang kalau ada panggilan suami. Jangan bertangguh sekalipun sibuk bekerja.
14.  Istri dilarang keras mendesak-desakan cerai, atau minta-minta talak kepada suaminya, kalau belum ada alasan menurut syariat islam.


Dengan dilangsungkan akad nikah antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang dilakukan oleh walinya, terjalinlah hubungn suami isteri dan timbul hak dan kewajiaban masing-masing timbal-balik.
1.      Jangan meminta-minta sesuatu kepada suami yang melebihi kemampuan dan kesanggupannya.
2.      Tidak dibolehkan sang istri mengerjakan amalan sunat, seumpama puasa senen, kamis, atau shalat sunat malam, sebelum mendapat izin dari suaminya.
3.      Istri hendaknya sebelum tidur, membersihkan dirinya, meminyaki rambutnya,menyikat giginya, mencuci mulutnya, serta memercikkan parfum dan wangi-wangian pada badannya, pakaiannya dan selimutnya.
Dalam kompilasi hukum islam, kewajiban isteri terhadap suami dijelaskan sebagai berikut:
Pasal 83
Kewajiban Isteri
1.    Kewajiban utama bagi seorang isteri ialah berbakti lahir batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum islam.
2.    Isrti menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.













BAB III
P E N U T U P

A.   KESIMPULAN
Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat rukunnya, maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akan menimbulkan pula hak dan kewajibannya selaku suami isteri dalam keluarga. Dari pemaparan makalh diatas dapat penulis simpulkan beberapa hal, diantaranya :
1.    Pengertian Hak dan Kewajiban
Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan. Dengan dilangsungkan akad nikah antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang dilakukan oleh walinya, terjalinlah hubungn suami isteri dan timbul hak dan kewajiaban masing-masing timbal-balik.
2.   Hak-hak istri
3.   Kewajiban istri
B.   SARAN
Demikian makalah ini yang dapat kami sajikan, kami berharap makalah ini dapat berkembang dengan berjalannya diskusi yang akan dijalankan oleh teman-teman. Kurang lebihnya kami mohon maaf, untuk itu kepada para pembaca mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI








DAFTAR PUSTAKA
Sei H. Datuk Tombak Alam, Rumah Tanggaku Sorgaku, PT RINEKA CIPTA, 1990, jakarta

Makalh Fiqih: Muharramat



Pembahasan

1.      Pengertian Al-Muharramat
            Al-Muharramat menurut bahasa jama’dari kata muhrim,yang bermakna wanita-wanita . yang menurut syara’ haram di nikahi oleh seorang laki-laki. Sedangkan menurut istilah Al-Muharramat bahwa yang di maksud” haram ” dalam pembahasan kita kali ini adalah pernikahan tersebut menimbulkan dosa dan tidak sah . sebab, kata “haram “ terkadang juga di gunakan untuk merujuk  arti “berdosa tapi sah,”seperti dalam kasus menikahkan wanita yang ada dalam pinangan orang lain.
2.      Keharaman untuk dinikahi ada yang bersifat selamanya dan ada pula yang bersifat sementara  .

a)      Wanita yang haram dinikahi untuk selamanya dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1.      Haram di nikahi karena hubungan nasab
Firman Allah SWT :




“Di haramkan atas kamu menikahi ibu, anak-anak mu yang perempuan , saudara-saudara mu yang perempuan ,saudara bapak mu yang perempuan , saudara-saudara ibu mu yang perempuan , anak-anak perempuan dari saudara-saudara mu yang laki-laki , anak perempuan dari saudara mu yang perempuan . (QS.An-Nisa :23)

2.      Haram dinikahi karena ada hubungan sesusuan
Firman Allah SWT :



“Di haramkan atas kamu ibu –ibu mu yang menyusuhkan kamu saudara-saudara perempuan sepersusuan .(QS.An-Nisa :23 )

Sabda Rasulullah SAW :





“Di haramkan karena ada hubungan sesusuan apa yang diharamkan karena ada hubungan nasab”( HR.Buchari Muslim,Abu Daud, Ahmad, Annasai, dan Ibnu Majah )

3.      Haram dinikahi karena hubungan mushakharah atau perkawinan  
Firman Allah SWT :




“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali pada masa yang telah lampau . sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah ,dan seburuk-buruk jalan yang ditempuh .”(QS.An-Nisa :22 )

b)      Wanita yang haram dinikahi untuk sementara
1)      Memadu seorang wanita dengan saudaranya , atau dengan bibinya .
Firman Allah SWT :



“Dan diharamkan kamu memadu antara dua perempuan bersaudaraatau dengan bibinya . ( QS.An-nisa : 23 )

Sabda Rasulullah SAW : 




“Dari Abu Hurairah sesungguhnya nabi melarang memadu seorang perempuan dengan bibi dari ayahnya atau dengan bibi dari ibunya .( HR.Buchari –Muslim)







“Dari Fairus Dailami , bahwa ia  masuk islam dengan kedua istrinya yang masih bersaudara , maka maka bersabda Rasulullah kepadanya : Talaklah salah seorang dari keduanya yang kamu sukai .”( HR.Ahmad,Abu Daud ,Ibnu Majah dan Turmidzi )
Dari ayat dan hadits diatas dapat disimpulkan bahwa haram memadu antara dua orang bersaudara atau dengan bibi wanita itu . keharaman ini bersifat sementara ,oleh karena itu andaikata wanita yang menjadi istri seseorang itu meninggal atau cerai , maka laki-laki / suaminya boleh menikahi adik atau  kakak perempuan wanita yang telah meninggal atau dicerai itu , demikian pula terhadap bibinya  .
2)      Wanita yang masih menjadi istri orang lain atau bekas istri orang lain yang masih dalam iddahnya .
3)      Wanita yang ditalak tiga kali
4)      Wanita yang sedang melakukan ihram ,baik ihram haji maupun ihram umra
5)      Wanita Musyrik
6)      Wanita yang hendak dinikahi oleh seseorang yang telah beristri empat orang.
Firman allah SWT :


“Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua,tiga atau empat (QS.AN-Nisa :3 )
            3.Beberapa golongan wanita yang termaksud al-muharammat
Ada perempuan yang sejak awal di haramkan,yang datang kemudian akibat dari       suatu perbuatan hukum,.
1)      Perempuan yang menyusui atau ibu susu sebab di anggap ibunya.
2)      Orang tua ibu susu karena di anggap sebagai neneknya.
3)      Orang tua suami ibu susu karena di anggap sebagai neneknya.
4)      Saudara-saudara perempuan ibu susu karena di anggap sebagai bibinya.
5)      Saudara-saudara perempuan suami ibu susu,karena di anggap sebagai bibi.
6)      Anak perempuan dari saudara sepersusuan sebab di anggap sebagai anak adiknya.
7)      Saudara perempuan sepersusuan.
8)      Istri dari anak atau menantu.
9)      Ibu dari istri martua.
10)  Saudara perempuan dari istri,adik,atau kakanya.



Penutup

A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa muharramat adalah wanita –wanita yang haram dinikahi oleh seorang laki-laki .semua kehidupan manusia termasuk dalam hal pernikahan,hal ini dapat kita liat dari banyaknya dalil baik itu dalam Al-Quran maupun hadits .
Pernikahan sebagai jalan kemaslahatan dan kebahagiaan tentu memiliki kaidah-kaidah atau  aturan-aturan tersendiri .ada wanita yang boleh untuk kita nikahi dan ada pula wanita yang tidak boleh untuk kita nikahi .
B.     Saran
Sebagai seorang muslim yang insyaalah suatu saat juga akan menjalani pernikahan sebaiknya kita mempelajari dan memahami aturan-aturan islam tentang pernikahan ,termasuk siapa saja yang boleh kita nikahi atau siapa yang tidak boleh.


















                                                                  Daftar Pustaka      
Drs.H.Rahmat, Hakim.Hukum Perkawinan Islam. cetakan pertama .CV PUSTAKA SETIA,Bandung , juli 2000 M / Rabiul Tsani 1419 H.
Drs.H.Djaman.Fiqh Munakahat.Cetakan Pertama.CV.TOHA PUTRA SEMARANG, ,Bengkulu,Januari 1993.